Seorang ulama tabiin, Abul Aliyah mengatakan:
الصَّائِمُ فِي عِبَادَةٍ مَا لَمْ يَغْتَبْ أَحَدًا وَإِنْ كَانَ نَائِمًا عَلَى فِرَاشِهِ
“Orang yang sedang berpuasa itu berada dalam ibadah selama tidak menggunjing siapa pun meski dalam kondisi tidur di kasurnya.”
Hafshah binti Sirin mengomentari hal ini dengan mengatakan:
يَا حَبَّذَا عِبَادَة وَأَنَا نَائِمَةٌ عَلَى فِرَاشِيْ
“Betapa indahnya, ibadah pada saat aku tidur di kasurku.” (Lathaif al-Ma’arif karya Ibnu Rajab hlm 168)
Ketika seorang itu dalam kondisi beribadah semua aktivitasnya bernilai ibadah.
Contoh yang lain adalah:
Jihad perang di jalan Allah: Seorang mujahid itu berada dalam ibadah meski dalam kondisi tertidur karena kelelahan.
Contoh lain adalah:
Ihram haji atau umroh: Seorang yang dalam kondisi ihram itu berada dalam ibadah meski sedang tertidur pulas.
Pernyataan Abul Aliyah di atas bukanlah motivasi untuk memperbanyak tidur namun menunjukkan berapa istimewanya ibadah puasa.
Memperbanyak tidur tanpa ada kebutuhan adalah bagian dari godaan setan. Setan ingin mengurangi waktu ibadah seorang muslim.
Ghibah atau menggunjing sesama muslim adalah dosa yang menghapus pahala ibadah puasa.
Terlelap tidur setelah capek dengan aktivitas bermanfaat bagi orang yang berpuasa tetap dinilai ibadah selama pahala ibadah puasanya tidak hilang karena dusta, ghibah dll.
Penulis: Ustadz Aris Munandar, S.S., M.P.I.